Saturday, February 25, 2012

Pegawai?

Setiap berbincang-bincang tentang PNS dengan ayah saya, setiap itu pula kami beradu argumen.

Ayah saya selalu menginginkan saya untuk menjadi pegawai negeri. Alasannya, apalagi kalau bukan karena kepastian dan rasa ‘aman’ yang ditawarkan.
Kalau jadi PNS pekerjaannya tidak terlalu sulit jadi bisa begini, kalau sudah habis masa tugas alias pensiun nanti begitu.
Bla bla bla.

Kalau. Kalau. Kalau.

Ya, saya lahir dari kedua orang tua yang berstatus sebagai pegawai swasta. Ibu saya bekerja sebagai dosen di universitas swasta.
Sedangkan ayah saya, seorang pekerja swasta lebih dari 30 tahun masa kerja diberbagai perusahaan lokal maupun asing di bidang piping, mining, and gas.
Pengalamannya tidak usah diragukan lagi. Ia sangat berjaya di masa mudanya.
Berpenghasilan cukup besar dengan konsekuensi besar pula. Dinas berbulan-bulan di luar kota ataupun luar negeri tanpa bisa bertemu dengan keluarga tercinta. Begitulah perjuangan ayah saya demi memastikan agar saya mendapatkan gizi yang cukup selama masa pertumbuhan dan selalu minum susu setiap pagi sebelum berangkat sekolah.
Saya tidak perlu memikirkan hal-hal sulit lain, tugas saya hanya belajar.
Titik.

Sebagai anak tunggal, saya hampir selalu mendapatkan yang saya inginkan meski tetap harus berjuang.
Saya bisa mendapatkan sepeda baru asal semester ini rangking satu.
Saya bisa memiliki mainan baru jika minggu ini saya membantu ibu mengoreksi hasil ujian tengah semester. Saya terbiasa seperti itu.
Untuk mendapatkan apa yang saya inginkan, perlu perjuangan. Tidak bisa instan. Kecuali mie yang biasa saya makan.

Pegawai negeri sipil atau PNS, menjanjikan rasa ‘aman’ yang selama ini tidak didapatkan oleh orang tua saya.
Setidaknya, itulah yang sering mereka ungkapkan.
Pada masa hampir pensiun seperti sekarang, ayah saya tidak memiliki kepastian tentang bagaimana pendapatannya di masa tua nanti.
Tunjangan hari tua, atau uang pensiun.
Itu kata kuncinya.

PNS ataupun pegawai swasta, sebenarnya sama-sama bisa memiliki ‘kepastian’ di hari tua.
Bedanya, tunjangan hari tua PNS dipersiapkan oleh pemerintah, sedangkan pegawai swasta dituntut untuk mempersiapkan sendiri.
Dan orang tua saya, tidak menyiapkan hal itu.

Lalu apa yang salah dengan PNS? Kenapa saya saya sama sekali tidak tertarik untuk menjadi PNS?
Baiklah. Panggil saya sok tau, sok idealis, atau apalah terserah.
Tetapi bagi saya, impian saya jauh lebih besar dari itu. Saya termasuk orang yang mudah bosan. Saya menyukai hal-hal menarik.
Buat saya, pekerjaan pegawai negeri sipil tidak menarik sama sekali.
Saya tidak membayangkan akan melakukan pekerjaan yang itu-itu saja sampai tiba masa pensiun. Bagaimana dengan impian saya untuk berkeliling dunia khususnya Eropa?
Bagaimana dengan cita-cita saya untuk hidup tenang di masa tua tanpa memikirkan apakah bulan depan gaji saya naik, atau bagaimana agar uang pensiun dapat cukup untuk kebutuhan sehari-hari.
Saya tidak ingin sebagian hidup saya dihabiskan untuk mencari uang. Uang yang harusnya bekerja untuk saya. Make my own money, from my own business.

Terdengar sempurna sekali, ya?

Apakah saya sudah melakukan sesuatu untuk mencapai impian saya tersebut?
Jujur, belum banyak langkah berarti. Saya masih nyaman dengan pekerjaan saya sekarang.
Namun saya berjanji dalam hati agar mempersiapkan hari tua sejak sekarang.

Bila ada teman yang bertanya apakah saya benar-benar tidak tertarik untuk menjadi PNS, saya dengan lantang akan menjawab ‘tidak!’.
Namun bila ada teman yang memberi tahu info bahwa seleksi penerimaan pegawai negeri sipil telah dibuka, saya akan bertanya,

“Kementrian Luar Negeri sudah membuka lowongan, belum?” ;)


Sekian dan terima gaji bulan ini. :3

No comments:

Post a Comment

Comment please! :)